Asal-Usul Lambang Garuda Pancasila
Sayembara kemudian dibuka oleh pemerintah. Dalam sayembara tersebut pemerintah mencari pelukis yang dapat menciptakan desain terbaik untuk memberikan gambaran terbaik bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Namun banyak diantara penulis dan pelukis yang belum atau kurang memahami mengenai sejarah Indonesia, untuk menciptakan lambang negara sesuai dengan peradaban. Pemerintah sendiri tidak memberikan gambaran dan penjelasan secara spesifik mengenai bagaimana kriteria lukisan yang harus dilukis untuk lambang negara.
Belum menemukan titik temu, pada 1950, pemerintah kembali menggelar sayembara kedua untuk menciptakan dan melukiskan lambang negara. Sayembara ini digelar setelah terbentuknya Panitia Lencana Negara, tepatnya dibentuk pada 10 Januari 1950 dan dikoordinatori langsung oleh Sultan Hamid yang saat itu menjadi Menteri.
Sebagai bakal simbol dan lambang negara diperlukan diskusi dan pendapat dari petinggi negara sehingga lambang tersebut bisa mencapai titik kesempurnaan. Karenanya perbincangan ini melibatkan banyak pihak yang menjadi petinggi negara. Mereka adalah Sultan Hamid II, Muhammad Yamin dan Soekarno. Namun sesungguhnya karya Sultan Hamid II adalah karya yang dipilih oleh Soekarno dan anggota DPR yang pada saat itu sedang menjabat.
Alasan karya Muhammad Yamin tidak terpilih dalam rancangan karyanya, karena Muhammad Yamin memasukan beberapa elemen yang mengandung unsur dari negara Sakura. Muhammad Yamin memasukan unsur sinar matahari dalam rancangan lambang negara yang beliau desain.
Meskipun karya Muhammad Yamin tidak terpilih, beliau tetap ikut memberikan saran dan masukan atas lukisan yang telah dibuat oleh Sultan Hamid II. Muhammad Yamin dengan tegas memberikan masukan untuk mencantumkan semboyan negara yaitu “Bhineka Tunggal Ika” yang dibawa dan dicengkeram oleh Burung Garuda melalui pita di kaki Burung Garuda.
Dalam proses perundingan, lambang negara ini juga sempat mendapatkan kritikan dari Masyumi, Masyumi sendiri merupakan Partai yang memiliki jumlah anggota muslim terbesar. Masyumi dengan tegas menyatakan tentang ketidaksetujuan dan keberatan mereka akan burung Garuda yang erat kaitannya dengan unsur mitologis, yang disematkan pada burung Garuda.
Garuda yang digambarkan memiliki tangan dan bahu manusia serta memegang perisai. Sultan Hamid yang mendapatkan kritikan tersebut, menerima aspirasi tersebut dengan positif, dan menyempurnakan kembali rancangannya, dari yang awalnya berbentuk Rajawali-Garuda Pancasila menjadi diringkas kembali dengan Garuda Pancasila.
Dengan bantuan Moh.Hatta yang saat itu sebagai perdana menteri, Soekarno sebagai presiden kemudian membawa dan menyerahkan rancangan lambang negara kepada Kabinet RIS. Pada 11 Februari 1950, dan akhirnya dalam sidang Kabinet RIS, lambang negara karya Sultan Hamid diresmikan.
Dalam proses penyempurnaan, tepatnya 8 Februari 1950, bentuk terakhir dari lambang kebaggaan Inonesia yaitu Garuda Pancasila, akhirnya rampung dan tercipta. Pada akhirnya, di tanggal 20 Februari 1950, lukisan yang sudah rampung tersebut dipajang di ruang sidang yang bertepatan dengan pelaksanaan rapat pertama DPR-RIS perdana dilaksanakan.
Meskipun lambang negara tersebut telah diresmikan, dalam perjalanannya, Soekarno terus melakukan perbaikan terhadap bentuk Garuda Pancasila. Menurut Soekarno, lambang Garuda Gundul yang sudah diresmikan memiliki kemiripan dengan Bald Eagle, yang menjadi lambang dari Amerika Serikat.
Sehingga Soekarno meminta bantuan Dullah yang saat itu menjadi pelukis istana untuk menambahkan jambul pada kepala Burung Garuda yang menjadi lambang Negara. Pada tanggal 20 Maret 1950.
Soekarno juga terus melakukan revisi lagi dengan merubah posisi cakar burung garuda. Yang sebelumnya pita dicengkeram di depan pita berubah jadi dicengkram di belakang pita. Pada akhirnya burung garuda masuk kedalam tahap final dengan menambah ukuran burung Garuda serta tata warna seperti sekarang ini.
Setelah semua selesai dan mencapai tahap final dibentuklah masterpiece dari rancangan Garuda Pancasila dengan membuat patung Garuda Pancasila berlapis emas. Patung tersebut tersimpan dengan rapi pada Ruang Kemerdekaan di Monas (Monumen Nasional) dengan skala bentuk berukuran 3 dimensi, dan setelahnya ditetapkan menjadi Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tidak mengalami perubahan desain hingga saat ini.
Baca lebih lanjut dalam : Sejarah Lambang Garuda Pancasila
Jika pembaca ingin lebih jauh mengenal dan mengetahui tentang pancasila secara lebih mendalam dan komprehensif, milikilah buku yang tersedia di Gramedia.
Makna Lambang Sila Ke-4 (Kepala Banteng)
Di bagian kiri atas perisai garuda terdapat lambang kepala banteng berwarna hitam dengan warna dasar merah yang bermakna sebagai berikut:
Makna Lambang Sila Kedua (Rantai)
Di bagian kanan bawah pada perisai garuda ada lambang rantai dengan dua bentuk, yakni rantai berbentuk lingkaran dan rantai berbentuk persegi. Rantai berwarna kuning keemasan tersebut memiliki makna sebagai berikut:
Makna Lambang Setiap Sila dalam Lambang Garuda Pancasila
Simbol-simbol yang menjadi lambang negara pasti memiliki arti dan makna yang luhur dan mewakili bangsa tersebut. Begitu pula pada lambang pancasila yang memiliki arti dan makna yang tidak sederhana bagi bangsanya. Berikut ini lambang pancasila dan maknanya yang perlu Grameds ketahui agar bisa memaknai nilai-nilai yang terkandung pada lambang pancasila:
Makna Lambang Garuda Pancasila
Jika Pancasila adalah landasan dari negara Indonesia, maka Indonesia juga memiliki Lambang Negara juga yaitu Garuda, yang seringkali disebut dengan Garuda Pancasila. Garuda Pancasila dijadikan sebagai lambang negara demi menunjukan identitas bangsa Indonesia yang kuat dan juga besar.
Pancasila juga seringkali disebut sebagai dasar dan ideologi negara dan menjadi salah satu dari empat pilar kebangsaan, yang terdiri dari Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika yang dijelaskan pada buku Pancasila.
Untuk warna kuning memiliki makna keagungan yang dimiliki bangsa Indonesia. Perisai di bagian dada Garuda menunjukan lambang dari perjuangan juga perlindungan diri dalam perjalanan meraih tujuan.
Garuda juga memperlihatkan keberadaan khatulistiwa melalui garis hitam tebal pada Pancasila, memiliki makna adanya khatulistiwa yang melintasi negara kuat merdeka dan berdaulat.
Jumlah bulu yang dimiliki oleh Garuda Pancasila juga merupakan simbol-simbol yang bermakna khusus. Jumlah bulu tersebut bermakna sebagai berikut:
Jika digabungkan jumlah keseluruhan dari bulu Garuda Pancasila maka melambangka tanggal kemerdekaan Indonesia, yang jatuh pada tanggal 17 Agustus 1945. Hari dimana Presiden pertama Indonesia Soekarno memproklamirkan Indonesia adalah bangsa yang merdeka.
Garuda Pancasila juga mencengkeram pita bertuliskan Bhineka Tunggal Ika yang bermakna berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Terakhir Garuda Pancasila memiliki lima simbol di dalam perisai yang memiliki makna sangat mendalam dalam setiap lambangnya.
Pancasila digunakan untuk pengembangan diri serta perwujudan cita-cita sesuai dengan kaidah yang ada. Dan hal ini dibahas melalui nilai-nilai yang ada pada Pancasila dan dapat dipelajari pada buku Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan.
Euforia Asian Games 2018 kemarin memang masih terngiang di benak masyarakat Indonesia.
Denpasar, NusaBaliTerlebih setelah Indonesia berhasil menduduki posisi 4 besar dibawah negara China, Jepang dan juga Korea Selatan. Bagaimana tidak senang? Ini merupakan capaian diluar target dimana Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo menargetkan Indonesia meraih peringkat 10 besar.
Namun, sungguh “lancang” para atlet Indonesia, mereka berhasil membawa Indonesia pada peringkat 4 pada acara yang sangat bergengsi di Asia tersebut setelah sebelumnya Indonesia hanya menduduki peringkat 17 pada tahun 2014 dalam Asian Games yang diselenggarakan di Korea Selatan. Tentu saja, hal ini tak lepas dari Indonesia sebagai tuan rumah pada tahun ini dimana semangat para atlet tentunya lebih terpompa saat bermain di rumah sendiri. Tak hanya dalam hal prestasi, semarak kemeriahan nya pun sudah terasa saat Opening Ceremony Asian Games (18/8) kemarin. Acara yang diadakan di Gelora Bung Karno (GBK) tempo hari menuai decak kagum tidak hanya dari dalam negeri namun juga mancanegara.Mulai dari adegan Jokowi mengendarai motor gede ketika memasuki Stadion GBK, penampilan para artis dan pertunjukan kebudayaan yang mencerminkan pada Dunia tentang bagaimana Indonesia sesungguhnya. Tidak sampai disana, para atlet pun turut bersumbangsih dalam laga yang bisa dikatakan mempersatukan masyarakat Indonesia ini.
Banyak nya medali yang diraih serta momen dipersatukannya dua tokoh politik, Jokowi dan Prabowo oleh atlet pencak silat Hanifan Yudani. Ketiganya berpelukan dalam balutan bendera Merah Putih setelah Yudani berhasil menyabet medali emas dalam partai final pencak silat. Closing Ceremony (2/9) kemarin pun tak kalah meriah. Meskipun dari skala kemewahan lebih kecil jika dibandingkan dengan Opening Ceremony, hal itu tak jadi masalah karena memang fokus daripada Closing Ceremony ialah bentuk apresiasi kepada para atlet dari setiap negara sekaligus selebrasi atas suksesnya acara Asian Games tahun 2018 ini.
Dari sederetan hal-hal menakjubkan tadi, ada satu hal menarik yang menyita perhatian saya ketika menonton Opening dan Closing Ceremony Asian Games 2018. Tentu nya ini bukan kritik ngawur ngidul seperti yang warganet katakan prihal Stuntman Jokowi maupun lip-sync para artis ketika perform di atas panggung.
Terlepas dari kritikan-kritikan tersebut, saya pribadi merasa bangga dengan apa yang telah Indonesia tunjukan kepada Dunia bahwa Indonesia adalah negara yang besar yang memiliki jutaan potensi baik sumber daya alam maupun sumber daya manusianya. Nah, hal yang menarik perhatian saya ialah lagu Garuda di Dadaku yang dikumandangkan dalam beberapa kesempatan saat Opening dan Closing Ceremony.
Saat Opening ceremony lagu tersebut dikumandangkan setelah parade kebudayaan dan ketika Closing ceremony lagu tersebut tepat di nyanyikan di akhir acara. Dalam acara apapun khususnya dalam acara olahraga, ketika lagu Garuda di Dadaku dinyanyikan saya langsung teringan akan sebuah pernyataan yang jujur saya lupa dimana saya mendengar pernyataan tersebut. Pernyataan nya seperti ini “ketika orang-orang lebih memilih menyanyikan lagu Garuda di Dadaku daripada lagu Garuda Pancasila” Sejak saat itu, kata-kata tersebut terus merasuk dalam diri saya. Benar saja, sejak mendengar pernyataan tersebut, pandangan saya ketika mendengar orang-orang menyanyikan lagu Garuda di Dadaku pun mulai bergeser. Dari yang awalnya senang menyanyikan lagu tersebut sekarang tetap senang hanya saja ada yang mengganjal di pikiran saya. Tanya saya dalam diri“benar juga ya pernyataan itu, kenapa saya tidak pernah mendengar orang-orang menyanyikan lagu Garuda Pancasila saat ada acara olahraga? Mengapa para supporter lebih sering menyanyikan lagu Garuda di Dadaku?? Padahal kan sama-sama berisi kata Garuda”Pertanyaan-pertanyaan tersebut terus menggerogoti otak saya hingga tiba saatnya Indonesia dihadapkan pada sebuah event olahraga Internasional yakni Asian Games itu sendiri. Ini mungkin merupakan momentum dimana saya bisa mencurahkan apa yang selama ini saya resahkan. Dan beruntung nya, keresahan saya benar-benar terjadi pada Asian Games 2018 ini.
Lagu Garuda di Dadaku yang dinyanyikan oleh grup band Netral ini awalnya memang dibuat untuk mengisi soundtrack film dengan judul yang sama. Bak gayung bersambut, lagu mereka pun menjadi salah satu lagu tentang nasionalisme paling fenomenal di Indonesia. Lagu Garuda di Dadaku telah mampu merangkul segenap masyarakat Indonesia untuk larut dalam sebuah rasa persatuan dan kebersamaan. Tak hanya lagu Garuda di dadaku, beberapa lagu bertema nasionalisme pun turut mengambil andil seperti Bendera (Cokelat), Kebyar-kebyar (Gombloh), Merah Putih (Tyas D) dan lain-lain. Lagu-lagu tersebut telah bermetamorfosis menjadi lagu wajib (baca: lagu nasional).
Mengapa saya menggunakan kata metamorphosis? Tentu kita mengetahui bahwa metamorphosis adalah proses perubahan dari ulat menjadi kupu-kupu pada serangga kupu-kupu. Proses ini tentunya mengubah hal yang biasa saja menjadi hal yang sangat indah terlebih sangat istimewa. Terlahir sebagai lagu biasa yang hanya ditujukan untuk merekatkan masyarakat bangsa Indonesia, kini lagu-lagu tersebut sudah bermetamorfosis menjadi lagu kebangsaan yang seolah-olah wajib dikumandangkan saat acara-acara khususnya yang bersifat olahraga di kancah Internasional. Lalu ketika lagu-lagu pop khususnya lagu Garuda di Dadaku bermetamorfosis menjadi lagu kebangsaan, lantas lagu kebangsaan seperti Garuda Pancasila berubah menjadi apa? Kalau kita lihat dari segi syair lagu, kedua nya sama-sama memiliki syair yang berisi dukungan. Seperti misal pada lagu Garuda di dadaku terdapat lirik“…Kobarkan semangatmu, tunjukan sprotivitasmu, ku yakin hari ini pasti menang…”Dan pada lagu Garuda Pancasila terdapat lirik“…Patriot Proklamasi sedia berkorban untukmu…… ayo maju, maju Ayo maju….”Dari kedua lagu yang sama-sama berjudul GARUDA tersebut, kita bisa simak bersama bahwa secara garis besar kedua lagu tersebut mengisyaratkan dukungan, harapan kepada para patriot bangsa ini. Jikalau sudah begitu, mengapa kedua nya tidak dinyanyikan saja oleh para supporter saat mendukung para pahlawan (baca: atlet) kita saat berlaga? Apakah kepopuleran lagu Garuda di Dadaku telah menggeser posisi Garuda Pancasila? Saya tidak mempermasaahkan atau menyalahkan masyarakat yang menyanyikan lagu Garuda di Dadaku. Hanya saja bukankah hal ini pantas untuk kita renungkan secara seksama? Saya pun sempat berfikir, apakah lagu yang dinyanyikan band Netral tersebut sudah dirubah statusnya menjadi lagu Nasional? Faktanya dilansir dari Sport.detik.com, lagu tersebut sempat diajukan untuk diubah statusnya menjadi lagu kebangsaan melalui pemerintah (baca: Kemenpora) namun hingga saat ini, gubrisan tersebut tiada hasilnya.
“Biarin sajalah” ungkap Netral selaku band yang membawakan lagu tersebut. Hal yang dapat saya simpulkan adalah bahwa sebelumnya pernah ada usaha untuk meng-nasional kan lagu Garuda di Dadaku karena dirasa sudah bermetamorfosis. Apakah pemerintah yang dalam hal ini Kemenpora memiliki aturan terkait syarat sebuah lagu bias menjadi lagu Nasional? hal itupun belum diketahui sampai sekarang. Sebelum kita menuju pada sebuah titik terang dimana pertanyaan saya ini menemukan jawabannya, adakah dari pembaca sekalian yang mau membantu saya untuk menjawab bagaimanakah seharusnya lagu-lagu kebangsaan, wajib atau nasional ini agar tetap eksis di hati masyarakat khususnya kawula muda saat event-event besar keolahragaan maupun event yang bersifat mengharumkan nama bangsa berlangsung? Secara pribadi menurut saya, lagu-lagu wajib nasional seolah punah dikarenakan kita sudah jarang menggunakan (baca: menyanyikan) mereka lagi pada event-event dimana semestinya mereka dikumandangkan. *
*. Tulisan dalam kategori OPINI adalah tulisan warga Net. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.
Indonesiabaik.id - Burung garuda adalah lambang negara Indonesia yang dicetuskan oleh Sultan Hamid II pada 1950. Setiap tanggal 1 Juni, bangsa Indonesia memperingati hari lahir Pancasila yang identik dengan lambangnya yaitu Burung Garuda.
Proses pemilihan burung garuda sebagai lambang NKRI sendiri tidak sembarangan. Sebab, burung garuda yang dijadikan sebagai lambang negara ini memiliki makna yang mendalam. Mulai dari jumlah bulu, warna, sampai simbol-simbolnya pun memiliki arti yang cukup dalam.
Burung garuda pada lambang Pancasila melambangkan kekuatan dan warna emasnya melambangkan kemuliaan. Perisai di tengah melambangkan pertahanan bangsa Indonesia.
Kedua kaki burung garuda yang kokoh mencengkeram pita putih bertuliskan Bhinneka Tunggal Ika bermakna "berbeda-beda tetapi satu jua". Slogan ini menjadi kekuatan bangsa Indonesia yang mempunyai keanekaragaman suku, budaya, agama, dan sebagainya. Dengan sayapnya yang mengembang, hal ini menyiratkan bahwa garuda siap menjunjung tinggi nama baik bangsa dan negara Indonesia.
Selanjutnya adalah jumlah bulu yang ada pada badan burung. Berikut penjelasannya:
Angka-angka tersebut menunjukkan tanggal 17 Agustus 1945 yang merupakan tanggal Kemerdekaan Indonesia. Semoga makna-makna pada simbol garuda Pancasila selalu mengingatkan dan menumbuhkan rasa nasionalisme pada bangsa dan negara Indonesia.
Makna Lambang Sila 1-5 Pancasila dalam Garuda Pancasila – Sebagai warga negara yang baik, kita pasti sudah tidak asing lagi dengan pancasila. Apakah teman-teman Grameds sudah kenal baik dengan identitas bangsa kita yang satu ini? Sebagai generasi bangsa kita tentu perlu mengenal dan mengetahui lambang negara sebagai identitas bangasa agar tujuan dan cita-cita bangsa dapat tercapai.
Lambang Pancasila tentu tidak muncul begitu saja. Sebagai lambang negara Indonesia, simbol-simbol pancasila pasti memiliki sejarah dan maknanya sendiri. Lambang inilah yang kemudian menjadi identitas, harapan dan cita-cita bangsa yang perlu dimaknai oleh setiap rakyat Indonesia agar bisa mencapai tujuan yang sama untuk bangsa Indonesia. Berikut ini penjelasan tentang lambang pancasila dan nilai-nilai yang bisa dipahami dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari:
Pancasila adalah alat pemersatu bangsa yang memiliki unsur ideologi sosialisme yang religius, bukan materialistis maupun komunisme.
Secara bahasa, Pancasila berasal dari dua kata Sansekerta, yakni Panca yang artinya lima dan Sila yang artinya prinsip atau asas. Lima sila ini menjadi rumusan untuk seluruh rakyat Indonesia yang lahir dan hidup di Indonesia yang kemudian menjadi pedoman hidup berbangsa dan bernegara.
Pancasila juga seringkali disebut sebagai dasar dan ideologi negara dan menjadi salah satu dari empat pilar kebangsaan, yang terdiri dari Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika yang dijelaskan pada buku Pancasila.
Sebagai ideologi negara, pancasila tentu tidak dibentuk sembarangan dan asal-asalan. Pancasila memiliki sejarah dan perjalanan yang panjang hingga saat ini menjadi lambang sekaligus ideologi bangsa Indonesia.
Sejarah mencatat pada 18 Agustus 194, yakni tepat sehari setelah proklamasi kemerdekan Indonesia diadakanlah pertemuan untuk merumuskan dasar ideologi bangsa dan negara. Yakni Pantja Sila (Pancasila) dan konstitusi Undang-Undang Dasar 1945.
Pertemuan tersebut melibatkan beberapa tokoh yang mewakili Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia dari tiga wakil umat islam, yakni pulau jawa dan dua wakil dari Sumatera. Berikut ini tokoh-tokoh yang terlibat dalam pertemuan tersebut:
Walaupun dalam proses perumusannya ada sedikit perdebatan pada sila pertama, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa yang sebelumnya hanya mencantumkan Agama islam saja. Perdebatan tersebut dapat memutuskan kesepakatan bersama demi harapan dan cita-cita bersama, yakni terciptanya Indonesia Merdeka sebagai negara yang berdaulat, tenang, adil, dan makmur.
Pancasila digunakan untuk pengembangan diri serta perwujudan cita-cita sesuai dengan kaidah yang ada. Dan hal ini dibahas melalui nilai-nilai yang ada pada Pancasila dan dapat dipelajari pada buku Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan.
Nilai-nilai sejarah perjuangan bangsa Indonesia menjadi dasar sumber filsafat pembentukan pancasila. Itulah sebabnya pancasila lah yang kelak akan menjadi ideologi pemersatu kemajemukan budaya di nusantara agar tetap menjadi satu kesatuan, yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Teman-teman bisa membaca buku rekomendasi Gramedia berikut ini untuk mengetahui lebih banyak tentang apa itu pancasila dan sejarah pancasila.
Buku Pancasila karya Prof. DRS H. Achmad Fauzi DH.M.A mengulas lengkap mengenai Pancasila yang pemilihan materi dan analisis sejarah serta filsafatnya berbeda dengan buku-buku lainnya.
Buku ini sangat komprehensif untuk Grameds baca sesuai kebutuhan, misalnya para mahasiswa maupun masyarakat umum untuk menghadirkan pancasila kepada generasi bangsa.
Baca juga : Sejarah Bendera Indonesia
Sila Persatuan Indonesia
Simbol Padi dan Kapas
Simbol kelima yang juga menjadi simbol terakhir dari Pancasila adalah padi dan kapas. Padi dan kapas keduanya menunjukan kemakmuran bangsa Indonesia dan juga kesejahteraan bangsa Indonesia.
Pada dan Kapas terletak tepat di bagian kanan bawah dari perisai dan menjadi lambang untuk sila kelima pancasila yaitu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Padi dan kapas adalah kebutuhan pokok dan dasar dari manusia yaitu untuk pangan dan sandang. Jika tercukupi kebutuhan dasar ini maka sejahteralah dan makmurlah masyarakat Indonesia.
Padi melambangkan ketersediaan makanan, dan kapas melambangkan ketersediaan pakaian. Dengan lengkapnya kebutuhan pangan dan sandang maka manusia dapat hidup dengan nyaman.
Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat, Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan dan Perwakilan
Makna Lambang Sila Kedua (Rantai)
Di bagian kanan bawah pada perisai garuda ada lambang rantai dengan dua bentuk, yakni rantai berbentuk lingkaran dan rantai berbentuk persegi. Rantai berwarna kuning keemasan tersebut memiliki makna sebagai berikut: